MONITOR Sulut – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sulawesi Utara mendukung pernyataan Dewan Pers, agar pemerintah bersama DPR menunda pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja hingga wabah Covid-19 berakhir. Hal ini ditegaskan Merson Simbolon, Ketua SMSI Sulawesi Utara bersama Herman Manua Sekretaris dan Pengurus lainnya dalam siaran persnya, Senin 20 April 2020.
Dikatakan, SMSI Sulut dengan anggotanya mendukung pernyataan Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh yang menolak dilanjutkan pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja olehPemerintah dan DPR.
“Ditengah negara dilanda bencana pandemi virus corona, covid 19, tidak elok pemerintah memaksakan sesuatu yang terkesan mencari peluang dalam kesempitan. Mari kita fokus melawan Virus Corona Covid 19,” ujar Simbolon, seraya melanjutkan mestinya seluruh menteri fokus membantu Presiden saat negara ditimpa bencana ini.
Herman menambahkan bahwa pemerintah harus memperhatikan keberatan Dewan Pers yangmewakili unsur pers dalam berdemokrasi, untuk menunda pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan Rancangan Undang-Undang (RUU CiptaKerja), dalam rapat kerja di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini.
Pernyataan Firdaus, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), bahwa Dewan Pers didukung oleh organisasi perusahaan media beranggotakan 600 media online di Indonesia.
“Kamimendukung apa yang disampaikan Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh yang berorientasi padakemerdekaan pers” tegasnya.
“Terhadap sikap Dewan Pers ini, kami SMSI Provinsi Sulawesi Utara mendukung penuh agar DPR dan pemerintah stop dulu pembahasan kedua RUU ini,” tegas Simbolon.
Sebagaimana komisi III DPR RI dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly memutuskan untuk melanjutkan pembahasan, Rancangan Kitab Undang-Undang HukumPidana (RUU KUHP) dalam rapat kerja, tanggal 4 April 2020. Tidak hanya itu, pemerintah juga telah mengirimkan draft Rancangan Undang-Undang CiptaKerja ke DPR RI. Menyikapi hal Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh mendesak DPR dan pemerintah untukmenunda pembahasan berbagai rancangan perundangan, termasuk RUU KUHP dan RUU CiptaKerja tersebut, sampai dengan kondisi yang lebih kondusif, sehingga pelaksanaan proses legislasi dapat berjalan secara layak, memadai dan memperoleh legitimasi, saran, dan masukanyang baik dari masyarakat sipil maupun komunitas pers secara maksimal.
Dewan Pers tetap mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam upaya menanggulangipandemi global Covid-19.
Oleh karenanya mendesak agar perhatian semua pihak termasuk DPRRI dicurahkan kepada upaya kolektif menangani pandemi dan dampak-dampaknya pada seluruhsektor dan aspek kehidupa masyarakat.
“Pemerintah dan DPR harus dapat menjadi tauladan bagi publik dalam hal upaya pencegahanpenyebaran Covid-19 dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengakibatkan gejolak dimasyarakat,” ujar M. Nuh dalam rilisnya.
Dewan Pers juga menolak pembahasan RUU KUHP terkait dengan pasal-pasal yang dapatmempengaruhi kemerdekaan pers antara lain Pasal 217-220 (Tindak Pidana Terhadap MartabatPresiden dan Wakil Presiden), Pasal 240 dan 241 (penghinaan terhadap Pemerintah), Pasal 262dan 263 (penyiaran berita bohong), Pasal 281 (gangguan dan penyesatan proses peradilan), Pasal304-306 (tindak pidana terhadap agama), Pasal 353-354 (Penghinaan terhadap KekuasaanUmum dan Lembaga Negara), Pasal 440 (pencemaran nama baik), dan Pasal 446 (pencemaranterhadao orang mati) serta pasal-pasal lainnya (draft RUU KUHP 15 September 2019). Dewan pers juga menolak pembahasan RUU Cipta Kerja khususnya adanya upaya perubahanterhadap Pasal 11 dan Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Fokus Melawan Covid-19 Ketua Umum SMSI, Firdaus menyampaikan permohonan kepada pemerintah dan DPR agardapat menahan diri, dan bisa bersama-sama fokus dalam melawan Covid-19.
“Karena tidak ada ahli yang dapat menjamin bahwa covid-19 hanya akan menyerang dalam satugelombang serangan. Mungkin dapat 2, 3 gelombang atau bahkan lebih?,” kata Firdaus. Firdaus mengajak berpikir ulang apakah strategi pemerintah dalam memerangi covid-19 inisudah tepat? Jangan-jangan pemerintah ragu dengan kebijakannya tersebut. “Jika benar begitu, mengapa tidak kita bergerak bersama membangun herd immunity, karena jikasudah terbangun herd immunity, kemungkinan wabah ini akan berahir,” ujarnya lagi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Covid-19 sebagai pandemi global padaRabu, 11 Maret. Hingga 15 April 2020 WHO mencatat 213 negara atau area wilayah yangterkonfirmasi memiliki kasus ini.(rilis/tim)