SAATNYA PEMDA SULUT LAKUKAN PERUBAHAN APBD UNTUK KESELAMATAN RAKYAT

Oleh, Noldy Tuerah Ph.D

MONITOR Sulut – Pandemi COVID-19 mendadak menyebar di Sulut. Sejak bulan Maret teridentifikasi seorang warga masyarakat Sulawesi Utara positif corona virus (covid-19)—tanpa diduga terlebih dahulu. Kenyataan itu, menyebabkan pemerintah provinsi secepatnya melakukan tindakan pencegahan dan penanganan pasien positif dan pasien dalam pengawasan covid-19. Beberapa Rumah Sakit ditetapkan Pemda. Antisipasi terjadinya penyebaran Covid-19 di kabupaten dan kota, Pemda provinsi melakukan tindakan pencegahan dan penanganan pasien dengan menggunakan dana kegiatan yang tersedia di dinas kesehatan dan rumah sakit yang relatif terbatas. Pasalnya, tindakan kegiatan pencegahan dan penanganan corona virus tidak dialokasikan dana khusus dalam APBD provinsi maupun di kabupaten dan kota. Menangkal penyebaran Corona Virus di kota dan kabupaten, Pemda provinsi dan kabupaten/kota wajib melakukan pembahasan refokusing kegiatan dan relokasi anggaran untuk memungkinkan Pemda dapat melakukan pencegahan dan penanganan pasien yang teridentifikasi Corona Virus. Tindakan Pemda melakukan revisi anggaran untuk diprioritaskan melakukan kegiatan pencegahan dan penanganan penyebaran dampak COVID-19, telah diamanatkan oleh Kemendagri 20/2020, Menteri Keuangan melalui PMK 19/2020, dan Inpres 4/2020, sebagai referensi Pemda (provinsi, Kabupaten, Kota) melakukan revisi dan atau perubahan anggaran daerah.
Pemda (provinsi, kabupaten, dan kota) melalui Bappeda, Badan Pengelola Keuangan Daerah, dan Inspektorat daerah (APIP), dan beberapa OPD terkait duduk bersama menyusun perencanaan kegiatan dan kebutuhan pendanaan kegiatan untuk wujudkan program pencegahan dan penanggulangan COVID-19. OPD teknis yang melakukan kegiatan terkait dan terintegrasi pada lokasi lokasi terindikasi dilanda Pendemi COVID-19.
Sumber dan Pemanfaatan Dana
Tindakan awal dilakukan Pemda melakukan revisi pergeseran anggaran daerah dengan melakukan refocusing kegiatan dan relokasi anggaran, pada beberapa Dinas Teknis dan Dinas/Badan terkait. Dana tersedia pada beberapa Dinas/Badan yang telah tertata dalam APBD dilakukan refokusing kegiatan dan relokasi anggaran—tersedia melalui APBD—terfokus pada pencegahan dan penanganan dampak penyebaran COVID-19.
Kemungkinan yang terjadi pada umumnya daerah provinsi, kabupaten, dan kota, bahwa dana tersedia dalam APBD untuk Dinas Kesehatan dan Dinas/Badan lain terkait tidak mencukupi untuk belanja operasional pelaksanaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan Puskesmas. Untuk membiayai operasional pelayanan perawatan kesehatan bagi masyarakat, biaya makan dan minum bagi petugas kesehatan yang melaksanakan tugas dengan tidak mengenal waktu, dana tambahan insentif bagi petugas kesehatan yang sering tidak pulang ke rumah. Karena banyaknya tugas pelayanan yang harus dilakukan pada masyarakat di unit-unit layanan kesehatan dan rumah sakit.
Kebutuhan dana Pemda tidak hanya terbatas pada kebutuhan pelayanan kesehatan, tetapi sejak pemerintah mengeluarkan himbauan untuk lakukan physical distancing atau sebelumnya dikenal dengan social distancing, kegiatan ekonomi mulai berkurang. Karena sebagian besar kegiatan produksi barang dan jasa dihentikan. Hanya petani dan nelayan yang terus sibuk melakukan pekerjaan mereka di kebun, laut dan danau. Kegiatan rutin mereka lakukan sudah melakukan physical distancing. Akibat berkurangnya kegiatan ekonomi banyak orang kehilangan perkerjaan dan menganggur dan tidak memiliki pendapatan dan tabungan. Mereka sangat rentan jatuh miskin, dan jumlah penduduk miskin di Sulut semakin meningkat.
Selain pemerintah nasional memiliki program untuk penduduk miskin melalui Social Safety Net, pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) wajib mengambil inisiatif dan peran membantu bagi mereka yang kehilangan pekerjaan. Karena mereka adalah penduduk Sulawesi Utara. Bantuan Pemda dalam bentuk memberikan bantuan beras dan kebutuhan makanan lain, serta jika memungkinkan diberikan bantuan uang cash untuk belanja kebutuhan mereka.
Dalam keadaan seperti ini, kerjasama antara Pemda (provinsi, kabupaten, dan kota) dibutuhkan untuk menangani dan menyelesaikan masalah Pendemi COVID-19. Inisiatif masing masing pemda melakukan pendataan dan verifikasi data penduduk miskin dan penganggur, untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah. Sehingga diharapkan dengan data penduduk miskin dan penganggur ter up-to-date, pelaksanaan program pengurangan jumlah penduduk miskin dapat terrealisasi dan tepat sasaran bagi penerima bantuan.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah keluarkan peraturan melalui PMK 19/2020, intinya perlu dilakukan penyesuaian sementara pada persyaratan penyaluran dan penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Insentif Daerah, untuk meresponse penanggulangan COVID-19.
Dana Bagi Hasil (DBH) terdiri dari DBH CHT, DBH SDA selain DBH SDA Kehutanan, DBH SDA Migas dalam rangka Otonomi Khusus, diberikan kewenangan pada Pemda untuk gunakan sebagian dari sumber dana tersebut. Untuk pencegahan dan penanganan dampak penyebaran COVID-19. Dengan rincian sebagai berikut:
DBH CHT dialokasikan bidang Kesehatan yang diatur dalam PMK 7/2020, dapat digunakan untuk kegiatan pencegahan dan penanganan COVID-19.
DBH SDA Migas dalam rangka Otsus yang dialokasikan untuk bidang Kesehatan dan perbaikan gizi, sebagaimana diatur dalam UU Otsus Papua dan Papua Barat, dapat digunakan untuk kegiatan pencegahan dan penanganan COVID-19. Sebagai catatan bahwa DBH CHT Migas hanya berlaku di Papua dan Papua Barat, tidak berlaku di Sulawesi Utara.
DID diprioritaskan untuk kegiatan pencegahan dan penanganan COVID-19.
Penggunaan DBH CHT, DBH Migas Otsus, dan DID hanya diarahkan khusus untuk kegiatan pencegahan dan penanganan COVID-19 di daerah.
Singkatnya, Pemda (provinsi, kabupaten, dan kota) dapat gunakan dana transfer dijelaskan diatas untuk pencegahan dan penanganan COVID-19 di daerah. Dimasa lalu dana transfer tersebut digunakan untuk dibelanjakan pada kegiatan lain, dan sebagian kegiatan telah ditetapkan oleh pemerintah atau dananya sebagian di “earmark” oleh pemerintah.
Pemerintah Daerah (Pemda) diwajibkan menganggarkan belanja wajib bidang Kesehatan dimana besarannya sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dalam APBD dan/atau perubahan APBD. Belanja wajib bidang Kesehatan diarahkan untuk kegiatan pencegahan dan penanganan COVID-19.
Implikasi dari pemanfaatan sebagian dana transfer untuk mendanai kegiatan pencegahan dan penanganan dampak penyebaran COVID-19; melalui Bappeda dan Badan Pengelola Keuangan, APIP, dan OPD terkait duduk bersama bicarakan kegiatan kegiatan yang perlu dilakukan refocusing dan dana yang sudah tersedia melalui APBD untuk di realokasi. Kemudian akan ditemukan kegiatan mana yang tidak tersedia dan sudah tersedia dana. Untuk kegiatan mutlak dilakukan dan belum tersedia alokasi dana, yang dibahas lebih dalam untuk kemungkinan menggunakan dana berasal dari dana transfer (DBH, DAU, DID, dan DAK Fisik). Duduk bersama pada satu meja, membahas kegiatan dan pendanaan, dapat menghidari terjadi kegiatan yang tidak memiliki dana serta kegiatan yang memiliki dana dari sumber berbeda. Misalnya dana APBN, Dana Transfer, DAK Fisik dan Non Fisik, Biaya Operasinal Kesehatan, APBD provinsi. Pada tingkat kabupaten/kota semakin jelas kegiatan apa yang wajib didanai oleh APBD kab/kota dan tidak menggunakan dana dari sumber-sumber diluar APBD kabupaten/kota.
Integrasi Kegiatan
Terjadinya Pandemi COVID-19 di Sulut, tidak hanya membawa masalah yang rumit dan tidak pasti waktunya berakhir yang di hadapi oleh Pemda. Tetapi memberi pelajaran yang wajib dilakukan oleh setiap Pemda. Khususnya pada aspek perencanaan kegiatan dan kebutuhan pendanaan kegiatan, dimana sekarang dalam proses revisi dan atau perubahan anggaran Pemda, menjadi topik penting tentang integrasi berbagai kegiatan dari beberapa OPD teknis terkait, untuk dilaksanakan bersama dan terintegrasi pada lokasi lokasi teridentifikan terjadi penyebaran COVID-19. Singkatnya, terjadi integrasi berbagai kegiatan pada lokasi yang sama untuk penyelesaian penyebaran virus Corona. Implikasinya, pelaksanaan kegiatan terintegasi untuk suatu program, dapat memanfaatkan sumber dana terbatas semakin efektif penggunaannya.
Keterbatasan sumber dana Pemda, mendorong setiap OPD untuk menyusun perencanaan kegiatan yang sangat dibutuhkan untuk masyarakat bukan kegiatan hanya untuk birokrat. Yang terjadi adalah dana perjalanan dinas drastis menurun, dana makan/minum nyaris tidak ada, kebutuhan belanja tidak langsung lainnya dihilangkan, dan biaya operasional kantor semakin ditekan. Setelah melewati masa sulit saat ini dengan dana tersedia sangat terbatas, kedepan akan terjadi perubahan prilaku dalam perencanaan kegiatan dan anggaran yang berorietasi pada outcomes bukan lagi orientasi outputs.
Terjadinya, status kedaruratan kesehatan masyarakat sejak awal tahun 2020 dan di Sulut sangat terasa sejak bulan Maret 2020, serta tidak diketahui kapan akan berakhir, memberikan lesson learned pada eksekutif dan legislatif bahwa pelaksanan perubahan anggaran daerah APBD-P bukan hanya sekali, tapi keadaan yang memaksa untuk dilakukan perubahan lebih dari sekali. Pelaksanaan perubahan APBD dapat disepakati bersama antara eksekutif dan legislatif, disesuaikan keterdesakan keadaan seperti yang dialami sejak bulan Maret sampai saat ini (April), dan tidak ada seorangpun yang mengetahui, kapan bencana kesehatan yang terjadi sekarang akan berakhir.(*)