Kapolri: Seseorang Lakukan Aksi Teror, Pengangguran Bisa Jadi Alasan

Jakarta ms – Panitia Khusus Revisi Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Terorisme Dewan Perwakilan Rakyat hari ini kembali menggelar rapat dengan pendapat. Rapat kali ini menghadirkan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian.

Di depan Pansus RUU Terorisme DPR, Tito memaparkan soal perkembangan paham radikal di Indonesia dan cara menangani aksi teror yang tepat pada era reformasi seperti saat ini. Rapat hari ini, Rabu (31/8/2016) digelar di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta dimulai pukul 11. 00 WIB. Rapat dipimpin oleh anggota komisi III yang juga merupakan Ketua Pansus Revisi UU Terorisme Muhammad Syafii.

Selain Kapolri, turut hadir dalam rapat ini Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nur Rahmat. Dalam rapat, Tito memaparkan soal jaringan lokal dan internasional dan hubungannya dengan aksi terorisme di Indonesia. Dijelaskannya, saat ini berkembang ideologi radikal yang tidak tergabung dalam jaringan manapun di dunia.

“Sekarang kita hadapi jaringan lokal dan internasional, ada masalah ideologi, masalah politik internasional. Di Poso masalahnya masalah dendam. Motif mereka gabung nggak semata-mata ideologi. Ada masalah materi, banyak yang nganggur, ada uang yang beredar juga bisa jadi faktor.

Ketika melakukan aksi teror mereka percaya mereka dapat status sosial juga, ” ujar Kapolri Tito Karnavian. Tito menambahkan, untuk menanggulangi hal tersebut pemerintah harus membentengi masyarakat agar ideologi radikal tidak mudah masuk ke pikiran mereka.

Poin tersebut, bagi Tito penting untuk dimasukkan dalam revisi UU No. 15 Tahun 2003 ini. “Kegiatan kontra radikaliasi bagaimana membentengi masyarakat agar tidak tersusupi ideologi radikal. Kita perlu melakukan kegiatan memoderasi mereka yang sudah terkena paham radikal. Kita perlu melakukan pendekatan hard approach,” jelasnya. Tito menguraikan dalam hard approach negara memiliki tiga kekuatan untuk mengantisipasi berkembangnya aksi terorisme.

Pertama militer, kemudian intelijen dan terakhir penegak hukum. “Saat ini dalam era tataran demokratisasi dan supremasi hukum serta perlindungan HAM, penegak hukum menjadi garis terdepan terorisme saya kira menjadi yang paling tepat, ” kata Tito.(dtc/ream MS)