BEM Hukum Unsrat dan Dinas P3A Manado Gelar FGD “Bayang-Bayang Bahaya Kekerasan Seksual”

MONITORSULUT —- Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Manado menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Bayang-Bayang Bahaya Kekerasan Seksual”, pada Selasa (17/09) di kawasan Manado Bay. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya kekerasan seksual yang semakin mengancam.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Manado, Dra. Neivy Lenda Pelealu, dalam sambutannya menekankan bahwa kekerasan seksual telah menjadi ancaman nyata di Kota Manado. “Kekerasan seksual bukan hanya terjadi secara fisik melalui sentuhan, tetapi juga melalui media seperti WhatsApp dan platform online lainnya. Ini menegaskan bahwa kekerasan seksual di Manado telah mencapai tingkat darurat,” ungkap Pelealu.

Pelealu menyoroti pentingnya pendekatan terpadu untuk menangani kekerasan seksual, termasuk peran pemerintah, masyarakat, dan penegak hukum. Menurutnya, kekerasan seksual kini tidak hanya menyentuh aspek fisik, tetapi juga mental melalui berbagai bentuk pelecehan digital, yang sering kali luput dari perhatian.

Vivi George, seorang aktivis perempuan di Sulawesi Utara, juga menambahkan urgensi untuk menghadapi persoalan ini. “Kekerasan seksual sangat mengerikan, terutama karena dapat menghancurkan hati dan kehidupan perempuan. Kita harus menyadari bahwa kekerasan ini nyata dan terjadi di depan mata kita,” katanya.

Diskusi ini mengupas dampak buruk kekerasan seksual terhadap korban dan masyarakat secara umum, termasuk trauma yang berkepanjangan, kerugian psikologis, dan dampaknya terhadap kesejahteraan sosial.

Ketua BEM Fakultas Hukum Unsrat, dalam pernyataannya, menekankan pentingnya memperjuangkan perlindungan yang lebih kuat bagi korban kekerasan seksual.

Ia menyampaikan, “Kami telah lama ingin membentuk tim Satgas anti kekerasan seksual, namun tantangannya adalah mengumpulkan orang-orang yang benar-benar memahami isu ini secara mendalam.”kata Lumowa.

Menurutnya, dinamika kekerasan seksual tidak bisa dipisahkan dari politik hukum, terutama sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang menjadi payung hukum baru setelah sebelumnya hanya ditangani dengan hukum umum.

Sementara Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan Dan Perlindungan Khusus Anak, Julinda F Legoh SH, M.Si mengharapkan dari diskusi ini dapat mencegah dan menanggulangi kasus-kasus kekerasan seksual yang terus meningkat, termasuk memperkuat kebijakan perlindungan perempuan dan anak di Manado.

“Diskusi ini diharapkan menjadi pemicu tindakan nyata yang lebih luas dalam meningkatkan kesadaran masyarakat serta memperbaiki layanan dan kebijakan perlindungan”,katanya.(yulia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *